Sabtu, 18 Juni 2016

Asal - usul Desa Bayalangu


Sultan Datuk Shaleh dari Samudra Pasai meninggalkan negerinya mencari tempat yang baru untuk mencari ketenangan hidup. Tampuk pemerintahan negaranya diserahkan kepada adiknya yaitu Sultan Malikul Saleh.
Ditempat yang baru Sultan Datuk Shaleh selalu mendekatkan diri dan berdo’a kepada Allah SWT dengan melakukan sholat dan berdzikir,. Beliau memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Akhirnya Datuk Shaleh mendapat petunjuk bahwa di daerah yang di tempati itu adalah Pulau Majeti dan juga mendapat petunjuk agar Datuk Shaleh membuka daerah itu untuk dijadikan Padukuhan/Perkampungan.
Fadhilah Khan putra Datuk Shaleh merasa rindu setelah ditinggal sekian lama oleh ayahandanya. Setelah meminta ijin dan do’a restu dari ibunya pergilah Fadhilah Khan meninggalkan Samudra Pasai meski tidak tahu arah yang harus dituju guna mencari ayahnya.
Sampailah Fadhilah Khan di suatu tegalan (ladang) dimana disitu terdapat sebuah gubuk (yang akhirnya tempat itu dikenal dengan nama Desa Tegal Gubug).

Jumat, 17 Juni 2016

Asal - usul Desa Japura

Pada sekitar abad IX - X daerah Astanajapura, atau disebut juga Angganapura, adalah Ibu Kota Kerajaan Medangkamulyan yang dipimpin oleh Raja Andahiyang, seorang raja keturunan Prabu Ciung Wanara sepupuan dengan Raja Banyakwangi dari Kerajaan Pajajaran.
Keraton Medangkamulyan bernama Gajahpura. Kawasan Medangkamulyan pada waktu itu meliputi :
1. Sebelah Utara : Laut Jawa
2. Sebelah Timur : Pulau Goseng (Gebang sekarang)
3. Sebelah Selatan : Manis - Luragung (Kuningan)
4. Sebelah Barat : Sungai Kalijaga
Lingkungan Keraton Gajahpura (konon sebutan Japura merupakan penyederhanaan dari Gajahpura untuk lebih memudahkan pengucapannya) meliputi Japura Lor, Japura Kidul dan Desa Astanajapura sekarang. Pada waktu itu Kerajaan Medangkamulyan banyak mengalami peristiwa menggoncangkan seperti kerbau buntal mengamuk di tengah pasar, dan Sang Putri Dewi Rara Kuning digigit ular.

ASAL USUL DESA GEGUNUNG

Sejarah kelurahan Gegunung tidak terlepas dari sejarah patilasan Panembahan Pasarean. Semasa hidupnya Pangeran Pasarean dipercaya dan diberi kekuasaan oleh Ayahandanya untuk memimpin beberapa daerah kekuasaan Sultan dan tugas-tugas penting lainnya. Di antaratugas penting itu adalah membuat tapal batas antara Galuh dan Cirebon. Dalam menjalankan tugas tersebut dikawal oleh pasukan dan pinisepuh serta dibekali senjata cis / keris yang menyerupai tombak. Diawali dari bukit kaki gunung ciremai / yang sekarang disebut Mandirancan. Dia menancapkan senjata cis=nya terus kearah utara dan akhirnya sampailah disuatu daerah yang tanahnya ngegunduk menyerupai gunung yang sekarang dinamakan desa Gegunung.
Di tempat inilah Pangeran Pasarean dan rombongannya dihadang oleh serombongan pasukan yang dipimpin oleh Sang Ikultua yaitu telik sandi dari Pajajaran yang malik warna / berubah wujud menjadi Harimau. Maka terjadilah peperangan namun setelah harimau tersebut mengetahui jika Pangeran Pasarean adalah Putra Mahkota Sunan Gunung Djati yang notabennya termasuk cicit Prabu Silihwangi maka peperangan segera dihentikan. Pada akhirnyaSang Ikultua berkenan tunduk pada Pangeran Pasarean. Di tempat ini pula sampai akhirnya Pangeran Pasarean dan para pengawalnya menetap di Gegunung untuk melaksanakan si’ar agama Islam dan menggembleng dirinya dan pasukannya baik jasmani dan rohaninya untuk menjadi pemimpin dan prajurit sejati yang selalu untuk kepentingan agama bangsa dan negara.
Pangeran Pasarean juga sering mengadakan pertemuan-pertemuan di pinggir sungai Cipager dengan para kigede dan tokoh-tokoh kesultanan untuk membahas strategi yang mengancam atau mengganggu kesultanan Cirebon. Dalam rapat-rapat sering dipimpin oleh Sang Ikul Tua. Berkat pertimbangan dia yang luhur hasil rapat selalu memuaskan semua pihak dan menghasilkan keputusan yang baik. Sampai akhirnya Sang Ikultua bergelar Ki Buyut Timbang Luhur. Dan seorang yang menyediakan perlengkapan dalam rapat-rapat diberi gelar Ki Buyut Srana, untuk keamanan dipimpin oleh Patih Logawa yang bergelar Buyut Sena, dan yang menambak segala bencana bergelar Ki Buyut Tambak. Seorang juru sidang yang sangat adil diberi gelar Ki Buyut Pasidangan. Adapun tempat rapat-rapat diberi nama Pendopo Agung. Bekas goresan Cis yang membentang dari selatan ke Utara membentuk sungai yang diberinama sungai CipagerCi artinya air Pager artinya batas. Dan juga sumur tempat air minum mandi dan wudlu diberi nama sumur Bagja Kamulyan. Dan tempat Pangeran bersemedi dan menyimpan benda-benda miliknya oleh pengikutnya diberi tanda yang sekarang disebut makam Pangeran Pasarean.

Sabtu, 26 Desember 2015

Samadikun di Kapal Gajah Mada, Soedarsono Baca Teks Proklamasi

DARI CIREBON: Mohamad Bondan, tokoh kelahiran Cirebon yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. ISTIMEWA/RADAR CIREBON


JALAN yang memanjang dari arah utara ke selatan pesisir Kota Cirebon itu kini masih mengesankan adanya getar kepahlawanan. Jalan itu bernama Jl Kapten Samadikun. Agak menikung ke arah barat, terdapat jalan kecil menuju Taman Makam Pahlawan (TMP) Kesenden. Di situlah Letnan Satu (Laut) Samadikun dimakamkan. Karena jasanya pangkatnya dinaikkan satu tingkat menjadi Kapten (Laut).
Kisah kepahlawanan ini dimulai 5 Januari 1947 terjadi perlawanan Kapal Gajah Mada di perairan Cirebon. Sebuah “coaster” berukuran 150 ton, berasal dari Singapura diubah bentuknya menjadi sebuah kapal perang dengan nama Gajah Mada, dan dijadikan kapal pimpinan ALRI Pangkalan III Cirebon.
Pada 1 Januari sampai dengan 5 Januari 1947 Kapal Laut Gajah Mada memimpin latihan gabungan ALRI di bawah komandannya Letnan I Samadikun dengan angkatan darat di perairan Cirebon. Dalam latihan itu ikut pula empat buah kapal patroli pantai.
Pada 5 Januari 1947 pukul 06.00 ketika iring-iringan kapal berlayar ke arah utara, di tengah jalan berpapasan dengan sebuah kapal buru torpedo Belanda, HMS Kortenaer yang memberi isyarat agar iring-iringan kapal tersebut berhenti. Isyarat itu tak diindahkan, oleh karena itu kapal Belanda melancarkan serangan.

Negara Pasoendan dan Partai Rakjat Tjirebon


Pengambilan sumpah RAA Wiranatakusumah sebagai wali Negara Pasundan, 26 April 1948. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949
  

DI tengah pergolakan dan upaya pemecahbelahan Republik Indonesia oleh pihak Belanda, pada hari Rabu 21 Juli 1947, Belanda menyerbu Cirebon. Pada hari Jumat 23  Juli 1947 tersiar berita, PRP (Partai Rakjat Pasoendan) Kartalegawa telah siap hendak mengadakan rapat umum di Alun-alun Kejaksan.

Orang-orang partai telah bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan, seperti terjadinya penangkapan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap kaum Republik di Bogor yang dilakukan Mr Kustowo, tangan kanan Kartalegawa (Soesilo, Perdjoangan Masa Pendudukan dalam Buku Peringatan 50 Tahun Kota Besar Tjirebon, 1956).
Sejarawan Cirebon, Nurdin M Noer, menuturkan, dalam catatan Soesilo menjelaskan Sultan Kanoman juga menuntut hak kekuasaannya atas daerah ini dan yang tak mau menerima PRP hendak membentuk PRT (Partai Rakjat Tjirebon). Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, rapat umum Kartalegawa oleh Recomba tidak diizinkan di Alun-alun Kejaksan dan dilangsungkan di Palimanan.
“Rapat umum dipimpin Muksin, pembantu Kartalegawa yang setia. Demikian pula gerakan Kartalegawa di daerah Cirebon untuk sementara dilarang, sehingga Cirebon terhindar dari penangkapan dan pembunuhan pihak PRP pimpinan Kartalegawa,” tuturnya.

Rabu, 25 November 2015

Resep Aci Sambel Khas Cirebon




Kuliner khas Cirebon yang satu ini belum banyak yang tahu kelezatnya, di wilayah cirebon ini berbeda namanya sebutanya.. Ada yang menyebutnya CIMBEL ( aci sambel), CIKO ( aci dikoko/campur), ada lagi yang bilang ACI ASIN.. Jajanan ini sudah sangat jarang ditemukan karena dijual oleh pedagang kecil yang keliling, dan biasanya yang jualnya pun sudah sepuh. Jajanan ini biasa dijual Rp. 2.000,- / bungkus, teman setianya krupuk rengdi sambel yang dijual Rp. 1.500,- / porsi.
Tiba-tiba ane kangen jajanan yang satu ini, trus ane bilang dech ke istri ane. Kebetulan istri ane bisa buatnya... Naaaahh.. Kalo agan-agan pengen tahu resepnya, nich ane kasih resep dari istri ane..

Bahan Aci:
250 gr Aci Aren
1 saset santan ka*a 65ml
1,5 L Air
Garam secukupnya
Bawang goreng secukupnya
Daun kucai secukupnya

Cara buat Aci :
Campurkan  Aci aren  dengan air 500 ml, masukan juga santan dan garam aduk rata,
kemudian saring dengan saringan santan yang lembut (karna tekstur aci aren kasar dan agak kotor)
Rebus air 1.000 ml sampai mendidih, setelah mendidih masukan hasil campuran aci, santan dan garam yang sudah disaring tadi.
Kecilkan api, aduk terus adonan hingga meletup-letup.
 Angkat, tuangan ke wadah, tabur bawang goreng dan daun kucai diatas aci selagi panas  kemudian diamkan hingga dingin dan mengeras.

Bahan sambal :
150 gr cabe merah
15 biji cabe rawit
2 bh terasi
5 siung bwg merang
5 siung bwg putih
1 bh tomat
3 bth sereh
Lengkuas secukupnya
3 lmbr daun salam
500 ml Air
Garam secukupnya
Gula merah secukupnya

Cara buat sambal:
Goreng cabe merah, rawit, bwg merah, bwg putih, tomat dan terasi setelah terlihat layu angkat dan dinginkan kemudian blender sampai halus
bahan sambal yang sudah diblender  masak kembali, campur dengan air. Aduk, tambahkn gula dan garam secukupnya. Cicipin hingga rasa pas.

Kamis, 14 Agustus 2014

Panembahan Ratu



Pangeran Panembahan Ratu memegang kekuasaan di Carbon setelah Maulana Fadillah Khan kakeknya wafat pada tahun 1570 Masehi. Ketika Pangeran Mas dinobatkan sebagai penguasa di Carbon bukan sebagai Susuhunan seperti Sunan Gunugn Jati tetapi sebagai Panembahan Ratu. Ketika Pangeran Panembahan Ratu Berkunjung ke Ghiri Sembung dalam iring-iringan dan para menteri dalam upacara itu terganggu  karena di depan Lawang Seketheng telah dihadang oleh Ki Datuk Pardhun yaitu murid Syekh Lemahabang, ia ingin melakukan balas dendam atas kematian gurunya kepada Sunan Gunung Jati dahulu. Di tengah  perjalanan para prajurit berperang melawan Ki Datuk Pardhun yang sangat sakti, pertempuran tersebut sangat seru lalu Ki Datuk Pardhun menyerang Panembahan Ratu, dan akhirnya Ki Datuk Pardhun tewas tertusuk oleh keris Panembahan Ratu, lalu mayatnya dimakamkan. Upacara berjalan terus menuju Ghiri Sembung dan tersebutlah bahwa makam Ki Datuk Pardhun dimakamkan di suatu tempat tetapi tiba-tiba kembali ke tempat dia terbunuh, berkali-kali dibawa dan dikuburkan kembali hingga akhirnya Ki Datuk Pardhun dimakamkan di tempat ia terbunuh.