Sultan Datuk
Shaleh dari Samudra Pasai meninggalkan negerinya mencari tempat yang baru untuk mencari ketenangan hidup. Tampuk pemerintahan negaranya
diserahkan kepada adiknya yaitu Sultan Malikul Saleh.
Ditempat
yang baru Sultan Datuk Shaleh selalu mendekatkan diri dan berdo’a kepada Allah
SWT dengan melakukan sholat dan berdzikir,. Beliau memohon petunjuk dari Yang
Maha Kuasa. Akhirnya Datuk Shaleh mendapat petunjuk bahwa di daerah yang di
tempati itu adalah Pulau Majeti dan juga mendapat petunjuk agar Datuk Shaleh
membuka daerah itu untuk dijadikan Padukuhan/Perkampungan.
Fadhilah
Khan putra Datuk Shaleh merasa rindu setelah ditinggal sekian lama oleh
ayahandanya. Setelah meminta ijin dan do’a restu dari ibunya pergilah Fadhilah
Khan meninggalkan Samudra Pasai meski tidak tahu arah yang harus dituju guna
mencari ayahnya.
Sampailah Fadhilah
Khan di suatu tegalan (ladang) dimana disitu terdapat sebuah gubuk (yang
akhirnya tempat itu dikenal dengan nama Desa Tegal Gubug).
Dari Tegal
Gubug Fadhilah Khan mendapat petunjuk bahwa ayahandanya Datuk Shaleh sedang
babad alas (menebang pepohonan) di Pulau Majeti. Mendengar berita demikian berangkatlah Fadhilah Khan menuju Pulau Majeti. Bertemulah ia dengan ayahanda yang dirindukannya. Pertemuan ayah dan anak ini sangat mengharukan. Mereka saling berpelukan dengan penuh bahagia.
Beberapa waktu kemudian Fadhilah Khan diperintah oleh ayahnya agar menghadap Mbah
Kuwu Cirebon. Sebelum pergi menghadap Mbah Kuwu Cirebon, Fadhilah Khan terlebih
dahulu diminta untuk bertapa didalam tanah dibawah pohon asem cilik (Sekarang dikenal dengan nama Asem Cilik).
Ketika Fadhilah Khan
bertapa datanglah bertengger sepasang burung bangau di atas pohon asem itu. Bangau Betina bertanya kepada Bangau Jantan apa nama tempat dan pohon ini. Apakah pohon ini menyimpan suatu rahasia, karena tampaknya sangat berbeda dengan yang lainnya. Sang Bangau Jantan menjawab bahwa daerah ini adalah Pulau Majeti, pohon ini disebut Asem Cilik dan benar menyimpan suatu rahasia, tetapi tidak boleh diceritakan.
Bangau Betina meminta kepada Bangau Jantan agar rahasia dari pohon asam itu diceritakan saja, namun Bangau Jantan tetap menolak dengan alasan kuatir ada yang mendengarkan pembicaraan mereka. Tetapi Bangau Betina tetap mendesak, dan dikatakan bahwa sekitar sini (dikelilingin pohon asam)paling hanya terdapat air. Bangau Betina tetap mendesak ingin mendapat penjelasan, bahkan mengancam jika tidak memberitahukan ia akan meninggalkan Bangau Jantan.
Karena Bangau Betina terus mendesak dan mengancam akan meninggalkannya, akhirnya Bangau Jantan bercerita juga. Katanya : jika pohon asem
sebelah selatan diambil maka akan menjadi seekor Kuda Sembrani, sebelah timur
menjadi pakaian kuda, sebelah utara menjadi Pecut (cemeti).
Penjelasan Bangau Jantan ini didengar oleh Fadhilah Khan yang sedang bertapa didalam tanah, kemudian Fadhilah Khan berdehem. Mendengar ada yang berdehem, Bangau kaget, Sambil terbang Bangau Jantan berkata kepada Bangau Betina "Tuhhhh.... ada yang mendengar".
Fadhilah Khan mengakhiri tapanya
kemudian diambilnya cabang-cabang pohon asem yang diceritakan burung bangau
tadi, dan apa yang dikatakan burung bangau itu menjadi kenyataan. Dengan naik
kuda sembrani itu berangkatlah Fadhilah Khan menemui Mbah Kuwu Cirebon memohon agar
ia dapat dijadikan muridnya. Mbah Kuwu Cirebon menerimanya.
Suatu waktu Syekh Majarail dari Alas Tiris Dermayu
menyerang Cirebon dengan tujuan ingin menghapus ajaran agama islam yang
waktu itu berkembang pesat. Di utuslah Fadhilah Khan untuk menumpas Syekh Majarail.
Terjadilah perang tanding antara Fadhilah Khan yang mempertahankan perkembangan
agama islam melawan Syekh Majarail.
Fadhilah Khan dapat mengalahkan Syekh Majarail. Atas kemenangannya dalam mempertahankan serta membela agama islam
dan keutuhan daerah Cirebon, maka oleh Mbah Kuwu ditetapkan bahwa Sultan Datuk Shaleh beserta putranya untuk menetap di Pulau Majeti. Oleh Mbah Kuwu, Datuk Shaleh dianugrahi nama Iman Dalika sedang Fadhilah Khan dengan nama Pangeran Alus Putra Agung (sebagian orang menyebut Pangeran Alas).
Oleh Mbah Kuwu Cirebon, Pulau Majeti
diberi julukan Bayalangu. Baya dai asal kata Bahaya, dan Langu artinya terlewat. Jadi arti Bayalangu adalah Bahaya yang terlewat. yaitu ketika Cirebon mendapat serangan dari Syekh Majarail tetapi dapat diatasi oleh Fadhilah Khan.
Disamping julukan
Bayalangu Pulau Majeti juga dikenal dengan nama bumi Segandu, CirebonIlir dan
Bumi Caruban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar