Kisah ini berawal ketika Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh seorang
Raja, Raja tersebut sangat tertarik dan simpati terhadap ajaran agama
Islam, ia mengutus kedua putranya yakni Raden Parta Kesumaatmaja dan
Raden Kesumaatmaja untuk menuntut ilmu agama Islam di Cirebon.
Pada masa itu perkembangan agama Islam di Cirebon sangat pesat
dipimpin oleh Syarif Hidayatullah yang bergelar sebagai Sunan Gunung
Jati. Kemudian setelah mendapat restu, Raden Parta Kesumaatmaja dan
Raden Kesumaatmaja berangkat menuju Kesultanan Cirebon dan langsung disambut hangat oleh Sinuhun Cirebon.
Keduanya menjadi murid yang taat dan patuh pada ajaran agama Islam
sebagaimana yang diajarkan oleh gurunya. Setelah cukup lama tinggal
berguru di Cirebon, Raden Parta Kesumaatmaja memohon izin untuk
pergi ke daerah Majalengka lalu tinggal di sekitar aliran sungai Cimanuk
yang mengalir sampai ke Indramayu. Sedangkan adiknya Raden Kesumaatmaja
menetap di Cirebon sesuai dengan perintah ayahanda dan gurunya.
Ketika datang tantangan perang Kerajaan Rajagaluh yang tidak senang
terhadap perkembangan aga Islam di wilayahnya, Sunan Gunung Jati
menugaskan para sepupuh Cirebon termasuk Raden Kesumaatmaja untuk
menghadapi tantangan perang tersebut. Raden Kesumaatmaja dibantu Ki
Ragapati, Ki Dugal, Ki Torek, dan Nyi Sebrod dengan tulus ikhlas
menerima tugas untuk menghadapi perang di daerah perbatasan (sekitar
Desa Pegagan). Dalam peperangan tersebut , Raden Kesumaatmaja mendapat
kemenangan gilang-gemilang.
Setelah keadaan aman dan perang selesai, Raden Kesumaatmaja beserta para
pembantunya diizinkan untuk mendirikan pedukuhan di hutan yang di
dalamnya terdapat sebuah bukit. Pedukuhan tersebut diberi nama Wanagiri.
“Wana” artinya hutan, sedangkan “Giri” artinya gunung. Sedangkan Raden
Kesumaatmaja dijuluki Buyut Nampabaya, oleh karena “keikhlasannya
menerima bahaya perang”.
Pada suatu saat Buyut Nampabaya beserta pengikutnya mengadakan pertemuan
di bawah sebatang pohon besar yang rindang (berada di lokasi balai desa
sekarang). Dalam pertemuan tersebut ia merasa “Nglangen” atau
senang sekali dapat menikmati keindahan alam, terutama pemandangan ke
arah selatan yang mengagumkan serta hijau dan birunya Gunung Ciremai.
Selanjutnya tempat tersebut sering digunakan tempat bermusyawarah untuk
membicarakan berbagai kepentingan masyarakat .
Ki Buyut Nampabaya beserta pengikutnya bersepakat memberi nama tempat pertemuan itu Klangenan. Nama tersebut diabadikan hingga sekarang untuk nama Desa Klangenan, juga nama Kecamatan Klangenan.
Sumber : http://sastraremaja11.blogspot.com/2012/02/sejarah-desa-klangenan-cirebon.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar