Pangeran Panembahan Ratu
memegang kekuasaan di Carbon setelah Maulana Fadillah Khan kakeknya wafat pada
tahun 1570 Masehi. Ketika Pangeran Mas dinobatkan sebagai penguasa di Carbon
bukan sebagai Susuhunan seperti Sunan Gunugn Jati tetapi sebagai Panembahan
Ratu. Ketika Pangeran Panembahan Ratu Berkunjung ke Ghiri Sembung dalam
iring-iringan dan para menteri dalam upacara itu terganggu karena di depan Lawang Seketheng telah
dihadang oleh Ki Datuk Pardhun yaitu murid Syekh Lemahabang, ia ingin melakukan
balas dendam atas kematian gurunya kepada Sunan Gunung Jati dahulu. Di
tengah perjalanan para prajurit
berperang melawan Ki Datuk Pardhun yang sangat sakti, pertempuran tersebut
sangat seru lalu Ki Datuk Pardhun menyerang Panembahan Ratu, dan akhirnya Ki
Datuk Pardhun tewas tertusuk oleh keris Panembahan Ratu, lalu mayatnya
dimakamkan. Upacara berjalan terus menuju Ghiri Sembung dan tersebutlah bahwa
makam Ki Datuk Pardhun dimakamkan di suatu tempat tetapi tiba-tiba kembali ke
tempat dia terbunuh, berkali-kali dibawa dan dikuburkan kembali hingga akhirnya
Ki Datuk Pardhun dimakamkan di tempat ia terbunuh.
Pakuan Pajajaran kemudian sirna oleh tentara Banten dan
Carbon yang dipimpin oleh Maulana Yusuf yaitu Sultan Banten keuda. Di Carbon
ketika itu berkuasa Pangeran Panembahan Ratu anak Pangeran Suwarga istri kedua
Pangeran Panembahan Ratu yaitu Nyai Ratu Harisbaya dan dia sangat cantik
seperti bidadari dan ia saling jatuh cinta dengan Pangeran Geusan Ulun yang
berkuasa di Sumedang Larang, ketika itu hampir terjadi peperangan antara Carbon
dan Sumedang Larang. Ratu Harisbaya diceraikan oleh suaminya selanjutnya
diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun. Pangeran Geusan Ulun memberikan Sindang
Kasih kepada Pangeran Panembahan Ratu
dan perselisihan dianggap selesai dan mereka kembali bersahabat. Dari
perkawinan Ratu Harisbaya dan Pangeran Geusan Ulun mempunyai anak
diantaranya Pangeran Tumenggung
Tegalkalong, Pangeran Arya Wiraraja dan Raden Rangga Nitinagara.
Pangeran Mas yaitu Pangeran Panembahan Ratu cucu Maulana
Fadillah Khan putra Pangeran Suwarga tinggal di Pajang selama 16 tahun, ia
dijadikan anak angkat oleh Sultan Adiwijaya dan disana Pangeran Panembahan Ratu
berguru ilmu perang dan ilmu yang lainnya kepada Sultan Adiwijaya. Kemudian
Panembahan Ratu beristri dengan anak Sultan Adiwijaya yaitu Nyi Mas Ratu Lampok
Angroros atau Nyi Ratu Pajang yang kemudian dibawa ke Carbon.
Sultan Adiwijaya di Jawa
Timur kekuasaannya bertambah besar para bupati di Jawa Timur mengabdi kepada
Sultan Pajang, oleh Sunan Carbon berdirinya Kerajaan Pajang sangat dihargainya
karena Jaka Tingkir telah berjasa kepada Kerajaan Carbon. Jaka Tingkir membunuh
Arya Penangsang, karena telah membunuh Pangeran Pasarean Carbon.
Kyai Gheng Pamanahan diangkat menjadi bupati di daerah
yang kemudian disebut Mataram, putra kiyai Geng Pamanahan yaitu Sutawijaya
dijadikan anak angkat dan dijadikan pemimpin bayangkara raja. Setelah ayahnya
wafat lalu Sutawijaya diangkat untuk menggantikan kedudukan ayahnya dengan
gelar Senapati Ingalaga Sayyidina Panatagama. Sejak itu Sutawijaya Bercita-cita
ingin berkuasa di tanah Jawa, hal itu didukung oleh salah seorang saudaranya
yaitu Patih Ki Juru Mertani yang bergelar Dipati Mandarika.
Dengan melalui peperangan di wilayah Jawa Timur dan Jawa
Tengah banyak para bupati yang menjadi bawahan Mataram. Senopati Sutawijaya dan
Kerajaan Mataramnya tidak berani merebut Jawa Barat karena beliau bersahabat
dengan Carbon dan Galuh. Senopati Sutawijaya yaitu Raja Mataram pertama yang
bekerja sama dengan para artu di Jawa Barat, kepada Ratu Carbon mengirimkan
upeti dan sarana. Membuatkan kereta keliling Carbon sebagai tanda hormat
Senopati Sutawijaya kepada Panembahan Ratu. Senopati Sutawijaya menjadi Raja
Mataram lamanya 15 tahun. Setelah wafat anaknya yang kedua yaitu Mas Jolang
atau Pangeran Seda Krapyak menggantikannya menjadi Raja Mataram, Mas Jolang
menjadi Ratu Mataram lamanya 12 tahun, sedangkan putra Senopati Sutawijaya yang
pertama yaitu Pangeran Puger kakaknya Mas Jolang diangkat menjadi Adipati di
Demak. Setelah Mas Jolang wafat , putranya yaitu Mas Rangsang yang gelarnya
Panembahan Agung juga disebut Senapati Ing Ngalaga Ngabdurakhman disebut juga
Sultan Agung atau Pandita Cakrakusuma menjadi Sultan Mataram menjadi Sultan
Mataram pada tahun 1535 – 1567 Shaka (1613 – 1645 masehi). Sultan Agung Mataram
beristri dengan anak kakak perempuan Panembahan Ratu Carbon, dalam
perkawinannya mempunyai putra laki-laki bernama Pangeran Arya Prabu Adimataram
dan gelarnya Susuhunan Amangkurat Pratama atau disebut juga Sunan Tegalwangi.
Beliau menggantikan ayahnya Sultan Agung menjadi Ratu Mataram yang memerintah
selama 30 tahun. Setelah wafat digantikan oleh putranya yaitu Pangeran Adipati
Anom dengan gelarnya Susuhunan Amangkurat dua.
Ketika Sultan Agung berkuasa di wilayah pulau Jawa
seperti cita-cita kakeknya dahulu Senopati Sutawijaya. Walaupun Senopati
Sutawijaya belum dapat berkuasa di seluruh pulau Jawa, Jawa Barat tidak
direbutnya hanya kerja
sama dan persaudaraan. Pangeran
Panembahan Ratu Carbon tidak seba ke Mataram seperti halnya para bupati di Jawa
Timur. Adapun musuh besar Sultan Agung yaitu Belanda dan Banten. Belanda dan
Kerajaan Banten tidak bisa diajak kerjasama dengan Mataram. Belanda tidak
bekerja sama dengan Mataram, karena mereka menginginkan menjajah para ratu di
pulau Jawa. Ketika itu para bupati di Jawa Timur selalu menginginkan merdeka
dan tidak mau bekerja sama dengan Mataram. Akhirnya mereka bersatu diantaranya
bupati Lasem, Tuban Jipang, Wirosobo, Pasuruan, Arisbaya, Sumenep dan dipimpin
oleh bupati Surabaya Sunan Giri mereka menyerang ke Mataram karena mereka
bermaksud untuk mengakhiri kekuasaan Mataram.
sejarah cirebon
BalasHapusJadi apakah ini sejarah nama desa Panembahan ?
BalasHapus