Di suatu pedukuhan terpencil di Cirebon terdapat sebuah
perguruanyang cukup disegani, dan yang menjadi guru adalah Ki Maja atau dikenal
dengan nama Ki Syekh Madegal. Ia mempunyai seorang anak angkat bernama Nyi Damar
jati, yang kelak menurunkan keturunan Ki Ageng Trusmi.
Ki Maja mempunyai keturunan bernama Ki Syekh Hindu Aji dari
Pajajaran. Ki Syekh Hibdu Jati kemudian mempunyai dua orang murid pula yaitu
Tuan Barep dan Tuan Uju.
Tuan Uju mempunyai keturunan bernama Ki Suradinata yang
disebut juga Ki Gamel. Nama GAMEL diambil dari seekor kuda milik Sultan Cirebon
yang dipelihara oleh Ki Suradinata, karena pada masa ituKi Gamel adalah
satu-satunya orang yang paling pandai memelihara kuda.
Tersiar kabar bahwa Sultan Mataram mengalami kesulitan
karena kuda-kuda balatentara Mataram terserang wabah penyakit yang sulit di
sembuhkan, termasuk kuda milik Sultan Mataram. Oleh karena itu, setelah Sultan
Mataram mendengar di daerah Cirebon ada orang yang pandai memelihara kuda, ia
mengirim utusan kepada Sultan Cirebon untuk memohon ijin agar salah seorang warganya,
yakni Ki Gamel dapat berangkat ke Mataram untuk mengobati kuda-kuda milik
Kerajaan Mataram. Dengan kebesran hati Sultan Cirebon, Ki gamel yang tenaganya
sangat di butuhkan itu diijinkan pergi ke Mataram.
Ki Gamel memelihara dan merawat kuda – kuda yang sakit
dengan tekun dan telaten hingga banyak yang sembuh termasuk kuda milik Sultan
Mataram. Oleh karena keberhasilannya itulah Sultan Mataram memberi hadiah
berupa seperangkan Gamelan renteng. Selanjutnya gamelan renteng di tusuk dengan
tangkai padi, dan Ki Gamel berpamitan segera kembali ke Cirebon.
Ketika Keraton Cirebon dibagi menjadi tiga, yaitu Keraton
Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan, Ki Gamel ikut kepada Sultan Kanoman. Ki
Gamel sangat setia dan patuh kepada Sultan Kanoman sehingga hubungan antara
keduanya seperti murid dengan guru, atau anak dengan bapak.
Pada suatu saat Ki
Gamel diperintahkan untuk mengambil surat kesultanan di Keraton Mataram.
Setibanya di Mataram surat itu ternyata dibawa oleh Belanda ke jakarta.
Kemudian Ki Gamel berangkat ke Jakarta konon dengan naik “Mancung”(Pelepah
pembungkus bunga kelapa). Ada pula yang menyebutkan ia naik “Buyung” (tempat
mengambil air yang terbuat dari tembaga), atau naik “ Bakiak/Gamparan” (Sandal
yang terbuat dari kayu.
Setelah Ki Gamel mendapatkan surat yang dimaksud, kemudian
ia diangkat menjadi kuwu di daerah yang kemudian disebut Desa Gamel. Sementara
itu hubungannya dengan Sultan Kanoman semakin harmonis, samapi-sampai Sultan
Kanoman sering berkunjung ke Desa Gamel. Tempat pertemuan dan ngobrol –ngobrol keduanya
adalah di Bale Panjang pemberian Sultan Kanoman yang diambil dari Kaliandul. Kemudian
Sultan kanoman menyuruh membuat mesjid dimana seluruh bahan dan peralatannya
disediakan Sultan Kanoman. Pembuatan mesjid
itu diperkirakan tahun 1018 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar