Pada Abad ke- 14 yang sekarang nama Desa Kebarepan adalah salah satu
bagian dari wilayah yang bernama Blok Sikalong yang merupakan daerah yang
sangat subur diantara blok-blok yang lain. Selain dialiri oleh sungai Pulosari
yang dapat mengairi beberapa perkebunan, pertanian dan perikanan, juga letaknya
strategis, tanahnya datar dibawah jalan raya Deanles yang memotong wilayah ini,
airnya tetap mengalir walaupun kemarau.
Karena suburnya blok ini tentunya bukan sembarangan orang
yang memimpin kampung ini. Pada saat itu pimpinan kampung yang sangat ditakuti
dan diseganui ialah seorang bernama Ki Banas Patih yang terkenal selain gagah
berani dia juga sangat sakti mandraguna dan berasal dari tanah galuh Pasundan
serta memiliki pasukan yang sangat kuat khususnya pasukan dedemit dan peri.
Waktu itu agama yang dianut oleh Ki Banas Patih ialah agama
Hindu, sehingga pada masa itu perkembangan agama Islam diwilayah Cirebon
khususnya agak terlambat karena Ki Banas Patih beserta pasukannya tidak mau
tunduk masuk agama Islam.
Pada suatu saat Sunan Gunung Jati, ratu auliya/wali dari
Cirebon mencoba memecahkan masalah ini agar perkembangan agama Islam di Tanah
Jawa khususnya di wilayah Cirebon dapat cepat berkembang dengan lancar.
Musyawarah diadakan dan keputusan pun diambil dengan menyebarkan sebuah maklumat
yang isinya sebuah sayembara bagi umum. “Barangsiapa dapat menaklukkan Ki Banas
Patih, akan diberi hadiah yaitu diangkat menjadi Ki Gede atau penguasa di
Kampung ini”.
Alkisah disebuah wilayah lain nun disemailah barat ada blok
yang bernama Bagusan. Pemimpin blok tersebut adalah seorang yang beragama Islam
dan bernama Ki Gede Bagusan. Beliau memiliki beberapa Putera dan Puteri. Salah
satu di antaranya Ki agus Mungkad.
Ki Gede Bagusan mendengar sayembara yang menarik tersebut,
selain sayembara tersebut untuk pengembangan agama Islam juga sangat tertarik
untuk mencoba ilmu yang diturunkan kepada anaknya Ki Agus Mungkad. Maka dengan
tekad yang mulia Ki Gede Bagusan mengutus anaknya Ki Agus Mungkad bersama
pengawalnya untuk mengikuti sayembara di Blok Sikalong tersebut.
Pada suatu saat yang telah ditentuika yaitu pada malam Jum’at Kliwon, masyarakat sudal berjejal untuk menyaksikan bagaimana sayembara yang akan menentukan suatu pimpinan yang bakal mengganti Ki Banas Patih dilaksanakan. Sayembara ini menurut pengamatan sesepuh sudah cukup dianggap adil, sebab yang bertanding hanya selain pimpinannya saja, juga yang kalah harus tunduk dan menurut sesuai aturan yang telah ditentukan.
Dengan hadirnya rombongan Sunan Gunung Jati/Ratu para aulia
wali dari Cirebon, lengkaplah sudah. Acara siap untuk dimulai, ribuan orang
sudah berkumpul dan melingkar disuatu tempat terbuka yang disediakan untuk
sayembara adu kesaktian tersebut.
Sebekum sayembara dimulai, ratu para aulia memberikan
sambutan dan acara pertandingan yang disetujui oleh kedua belah pihak yang
disaksikan oleh ribuan orang dengan berdebar-debar. Acara yang dinanti-nantikan
tiba, pertandingan dimulai. Ki Agus Mungkad kelihatan tenang sekali, lain
dengan Ki Banas Patih yang kelihatannya garang dan ganas. Pukulan demi pukulan
telah dilancarakan, kesaktianpun dikeluarkan. Banyak penonton merasa ngeri,
suasana goncan, angin berdatangan, suara bersuitan, sauatu tanda adu kesaktian
saling bertemu silih berganti.
Ratu para Aulia menafsirkan bahwa malam Jum’at Kliwon yang
diminta Ki Bansa Patih, justru malam yang menguntungkan baik dari segu
perhitungannya maupun penggunaan ilmu kesaktian bagi Ki Agus Mungkad.
Kedua belah pihak saling menguras tenaga, keringat
bercucuran, kesaktian sudah banyak dikeluarkan tetapi tidak ada yang kalah dan
tidak ada yang menang. Disana sini para penonton sudah mulai banyak yang cemas
akan keberhasilan pemuda tersebut, sebab kelihatannya Ki Banas Patih masih
kelihatan segar dan tertawa penuh kesombongan. Pertandingan adu ilmu kanuragan
berjalan alot, memakan waktu semalam suntuk.
Pada saat yang genting, melengkinglah Ki Bnaas Patuh dengan
loncatan yang garang menerkam Ki Agus Mungkad. Dengan mengumpulkan seluruh
kekuatannya Ki Agus mungkar menahan serangan lawan tersebut. Akan tetapi tetap
saja Ki Agus Mungkad terpelanting jauh dalam keadaan duduk, tetapi Ki Banas
Patih hanya tergoyang sedikit sambil tertawa-tawa.
Para Auliya dan penonton sangat kaget dan khawatir akan
keselamatan pemuda tersebut, tetapi lain hal kenyataannya bahkan orang –orang pada
melongo keheranan. Ki Bnaas Patih tertawanya diam bahkan badanya sempoyongan ke
belakang dan mulutnya mengeluarkan darah, akhirnya Ki Banas Patih roboh tidak
berkutik lagi.
Luapan kegembiraan penonton dan teriakan –teriakan histeris
di sana-sini terdengar mengelu-elukan Ki Agus Mungkad atas kemenangannya. Ki
Banas patih telah dirobohkan bersama pasukannya oleh ratu auliya diberi kebebasan
untuk masuk Islam, berhubung Ki Banas Patih bersama rombongannya pergi ke
daerah Cirebon Selatan yaitu Cirebon Girang.
Dengan demikian Ki Agus Mungkad berhak untuk menjadi
pemimpin di Blok Sikalong dengan julukan Ki Bagus Pangaten atau Ki Tuan Barep,
karena baru kali inilah seseorang pimpinan dilaksanakan melalui pilihan
sayembara dan karena desa ini adalah paling depan (Pembarep) didirikan, maka
desanya pun dinamai Desa Kebarepan.
Penghidupan rakyatnya sedikit demi sedikit mengalami
kemajuan, bercocok tanam dan perkebunan pun sudah mulaim digarap, sehingga Blok
Sikalong yang tadinya terdiri dari hutan menjelma menjadi sebuah pedesaan yang
asri.
Demikianlah asal –usul Desa Kebarepan. Ketika Ki Bagus
Pengaten memegang tumpuk pimpinan di Desa Kebarepan, beliau memerlukan seorang
wakil untuk membantu pekerjaannya. Diangkatlah seorang muslim yang bernama Ki
Abdullah yang kemudian berjuluk Ki Buyut Buluh yang kelak beristrikan Nyi Mas
Mentok.
Setelah Ki Bagus Penganten meninggal dunia, maka pimpinan
dipegang langsung oleh Ki Buyut Buluh, saat itu masyarakatnya dalam keadaan
aman, tenteram dan makmur sentosa.
Pada saat pimpinan Desa Kebarepan di pegang Ki Buyut Buluh
diadakanlah musyawarah untuk mengadakan pemilihan kepala desa. Waktu itu
pemimpin yang terpilih ialah Ki Marsijan yang berasal dari Blok Cibiuk dengan
julukan Kim Kuwu Marsijan.
Dengan adanya julukan Ki Kuwu yang tentunya sebagai
penyandang jabatan yang mempunyai organisasi Pekuwon, maka organisasi Pekuwon
sedikit demi sedikit mulai mengalami perubahan walaupun waktu itu masih sangat
sederhana, khususnya mengikuti jejak pemerintahan Ki Kuwu Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar