Rabu, 28 Desember 2011

ASAL USUL NAMA DESA MATANGAJI, SIDAWANGI, KUBANG, SARWADADI


Setelah Banten dan Sunda Kelapa dikuasai Belanda, kira-kira abad XVII, belanda datang ke Cirebon untuk membujuk Sultan Cirebon bekerjasama dalam segala bidang.
Sultan Syaifudin tidak mau bekerjasama dengan penjajah. Oleh karena desakan dan tekanan Belanda, Sultan Syaefudin bersama beberapa tokoh lainnya secara diam-diam meninggalkan Keraton Cirebon pergi ke daerah pedalaman yang sulit diketahui Belanda. Sultan Syaefudin beserta rombongan menuju daerah Sumber, babakan sampai ke yang sekarang disebut Sidawangi.

Asal Usul Desa Tukmudal


Raden ganda Mulya alias Pangeran Atas Angin atau Raden Walangsungsang mendapat tugas dari ayahhandanya  untuk mencari adiknya Prabu Gagak Sengara yang sudah lama meninggalkan istana Pajajaran. Usaha pencariannya belum juga mendapatkan hasil walau hampir seluruh pelosok daerah telah jelajahinya. Raden Ganda Mulya meneruskan pencariannya hingga tiba disuatu daerah yang dipenuhi pohon jati besar –besar yang sudah berumur ratusan tahun dan disekelilingnya di tumbuhi alang-alang. Sungguh diluar dugaan, disitulah Raden Ganda Mulya dipertemukan dengan adiknya.

Rabu, 14 Desember 2011

Rumah Karang Anom 1920an


Rumah Karang Anom 1920an (830x540)

Rumah ini yang indah, atau lebih baik disebut villa ini, terletak di Jalan Karanggetas no 64. Gedung dinamakan Karang Anom karena letaknya di daerah Karang. Villa ini dibangun sekitar tahun 1880an oleh mayor Tan Tjin Kie (1853-1919) untuk putrinya Tan Holy Nio yang tinggal disana bersama suaminya Kwee Tjong In yang berasal dari Kediri. Keluarga ini punya 9 anak. Mereka punya bisnis konglomerasi dan pada masa resesi 1920-an tidak bisa membayar pajak kepada Hindia Belanda. Sebagai bayarannya pemerintah mengambil antara lain Villa Karang Anom. Lalu villa ini dijadikan hotel namanya Hotel Kanton. Setelah tahun 1950an gedungnya disebut "Resimen" karena dipakai Markas Komando Resor Militer. Lalu gedungnya sering dibuat acara pameran pas ulang tahun kota Cirebon. Sekarang sudah diruntuhkan dan dibekas tempat berdirinya dibangun shopping mall Yogya Grand Center.

masdjid agoeng te cheribon

artikel ini saya temukan di IBT LOCALE TECHNIEK [indisch bouwkundig tijdschrift locale techniek] edisi pertama bulan januari 1936. tulisan ini saya anggap menarik karena adalah tulisan pertama [sejauh saya tahu sampai hari ini] orang pribumi -abikoesno- dalam jurnal tadi. sebelumnya, abikoesno dalam jurnal tadi adalah salah satu penerjemah artikel-artikel dan berita, dari bahasa belanda ke bahasa melayu. tulisan beliau ini pun disajikan dalam bahasa belanda dan diberi ringkasan dalam bahasa melayu oleh beliau sendiri. artikel ini menyajikan 5 buah foto dan sebuah peta. saya kutipkan keterangan foto/peta berikut ini.
foto keadaan menyeluruh dari masjid di kawasan alun-alun tertulis begini:

Sabtu, 10 Desember 2011

Legenda Air Mata Sang Pangeran

MESKI hari masih pagi dan pandangan masih terhalang kabut, keramaian di persimpangan ruas Jalan Cikahalang sudah mulai ramai. Angkutan perdesaan maupun ojek sudah sibuk melayani masyarakat yang baru pulang dari pasar.
Menyusuri ruas Jalan Cikahalang yang merupakan jalan utama menuju objek wisata Talaga Remis, suasana alam perdesaan sudah sangat terasa. Aroma khas kayu terbakar tercium dari asap yang mengepul dari rumah-rumah warga.
Selain bentuk arsitektur rumah yang sederhana, keberadaan kolam ikan di depan rumah, menjadi ciri khas rumah warga Desa Kaduela, Pasawahan, Kabupaten Kuningan. Selain pohon jeruk dan kelapa, beberapa rumah menjadikan pohon manggis mengisi halaman rumah.

cerita rakyat Daerah Cirebon " Raden Taruhlintang "

Kecantikan Dewi Arum Sari dari kerajaan Cirebon membuat banyak pangeran mencoba untuk mendapatkan hati Dewi Arum Sari. Tetapi Dewi Arum Sari tidak tertarik dengan para Pangeran itu.
 
Dewi Arum Sari teringat dengan seorang pria yang pernah menolongnya ketika dia diserang oleh perampok. Sayangnya sosok pria itu langsung pergi setelah menolong Dewi Arum Sari tanpa menyebutkan nama dan asal-usulnya. Sosok pria itu selalu membayangi hari-hari Dewi Arum Sari. Walaupun Dewi Arum Sari sangat mencintai sosok pria itu, Dewi Arum Sari tidak pernah mengungkapkan perasaannya itu kepada ayahnya karena Dewi Arum Sari tahu bahwa ayahnya sangat menginginkan mempunyai menantu seorang pangeran.

Bendera Macan Ali


Singha Barwang atau terkenal juga dengan Macan Ali adalah simbol dan bendera kerajaan di Cirebon yang digunakan sejak zaman kerajaan Indraprahasta ( ± 300-400 M ), Wanagiri, Singhapura, dan terakhir kerajaan Cerbon ( 1482 M ). Macan Ali merupakan kaligrafi berbentuk seekor macan atau singa, bertuliskan kalimat syahadat “LAILAHA ILLALLAH MUHAMMAD DARROSULALLAH”. Sebuah kalimat suci atas pengakuan Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai utusan Allah, kalimat yang wajib diucapkan bagi setiap orang yang masuk Islam. Dalam bendera Macan Ali terdapat:

Hubungan Daendels dengan Raja-Raja di Jawa Barat

Sebenarnya Daendels melakukan intervensi terhadap kekuasaan kesultanan di Jawa, yakni: Kesultanan Banten, Cirebon (Kanoman dan Kasepuhan), Yogyakarta dan Surakarta (Vorstenlanden). Namun, sesuai dengan tema seminar ini, hanya akan dibahas hubungan Daendels dengan Kesultanan Banten dan Cirebon.
Hubungan antara Daendels dan raja Banten bermula dari rencana pembuatan pelabuhan dan jalan raya di Ujung Kulon. Ribuan pekerja dikerahkan untuk membuat jalan dan pelabuhan itu. Dalam pekerjaan ini terjadi banyak korban manusia baik yang berasal dari kalangan pribumi maupun dari kalangan orang Eropa, karena tanahnya banyak yang berupa rawa-rawa. Untuk melanjutkan proyek itu Daendels meminta kepada Sultan Banten saat itu, untuk menyediakan tenaga baru dari Banten. Sultan Banten menolak permintaan itu mengingat banyaknya korban yang sakit dan mati karena penyakit. Daendels tidak bisa menerima alasan tersebut, kemudian mengirimkan utusannya yang bernama Komandan Du Puy untuk mendesak Sultan Banten agar bersedia mengirimkan rakyatnya. Du Puy diserang dan dibunuh. Keadaan ini membuat Daendels marah, sehingga ia memutuskan untuk menyerang Banten. Sultan Banten menyerah dan diasingkan ke Ambon, sementara pemerintahan diserahkan kepada putra mahkota (Murdiman: 1970:14).

Pemberontakan Cirebon sebagai Penyebab Runtuhnya Kraton-Kraton Cirebon

Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Nicolas Engelhard yang dimuat dalam majalah Indisch ArchiefTijdschrift de Indien yang dihimpun oleh Dr. S.A. Buddingh disampaikan bahwa Cirebon dilanda pemberontakan besar yang bila dibiarkan akan (1850) sangat membahayakan kelangsungan pemerintahan Hindia Belanda di Jawa.
Pada tanggal 1 Juli 1806, Nicolas Engelhard menerima surat dari Gubernur Jenderal Albertus Henricus Wiese di Batavia yang isinya memberitahu tentang kondisi di Cirebon yang mulai memburuk dari hari ke hari. Wiese kemudian pada tanggal 23 Juli 1806 memberikan perintah kepadanya agar segera mengirimkan pasukan Madura yang ditempatkan di Ujung Timur Pantai Timur Laut Jawa. Pasukan ini terdiri atas 1 kompi, dibantu pula oleh pasukan dari Surabaya sebanyak satu batalyon. Permasalahannya adalah untuk segera menangani kerusuhan yang ada di Cirebon dan mencegah perpindahan penduduk di Cirebon dan segera mengembalikan keamanan dan ketentraman di kabupaten yang sama. Mengingat gawatnya permasalahannya ini N. Engelhard memutuskan untuk berangkat pada hari itu juga. Jabatannya sebagai Dewan Pertama dan Direktur Jenderal Republik Bataaf Hindia, Gubernur dan Direktur di sepanjang Timur Laut Jawa sementara diserahkan kepada Rothenbuhler yang saat itu menjadi residen di Surabaya. Keberangkatannya ke Cirebon disertai oleh satu batayon militer yang dipimpin oleh Pangeran Sicodiningrat, putra sulung Panembahan Madura, di bawah perintah Mayor Komandan Milisi Ujung Timur Jawa Carel von Frauquemont dengan menggunakan kapal Debora dan Phoenix.[v]

Cerita Rakyat tentang Bagus Rangin


Diceritakan oleh informan bahwa ada seorang Dalang dari daerah Beber yang bernama Sabdani, yang mendalang dengan lakon cerita Bagus Rangin. Informan mendengar cerita itu pada saat mereka menonton wayang ketika masih kecil di klenteng-klenteng di daerah Jatiwangi. Tokoh Bagus Rangin muncul dalam cerita wayang Babad Bantar Jati, yang menceritakan tentang Pangeran Kornel yang membantu Belanda dalam memberantas kaum pemberontak yang dikepalai oleh Bagus Rangin.
Bagus Rangin adalah pemberontak yang memihak kepada rakyat. Bagus Rangin memusatkan strateginya di Jati Tujuh di Bantar Jati yang sekarang sudah menjadi kecamatan. Desa itu dinamakan Jati Tujuh karena memang di sana dahulu ada pohon jati yang berjumlah tujuh. Karena memihak rakyat inilah Bagus Rangin dianggap sebagai pemberontak. Pangeran Kornel memihak kepada Belanda berhadapan dengan bagus Rangin. Karena terdesak, Bagus Rangin mundur dari bantar Jati menuju Panongan, Wanasalam, Salawana, Cibogo, dsb.

Kamis, 08 Desember 2011

PETUAH - PETUAH SUNAN GUNUNG JATI


INGSUN TITIP TAJUG LAN FAKIR MISKIN 
AKU TITIP TAJUG DAN FAKIR MISKIN


YEN SEMBAHYANG KUNGSI PUCUKE PANAH
JIKA SHALAT HARUS KHUSYUK DAN TAWADHU SEPERTI ANAK PANAH YANG MENANCAP KUAT


YEN PUASA DEN KUNGSI TETALING GUNDEWA
JIKA PUASA HARUS KUAT SEPERTI TALI PANAH

IBADAH KANG TETEP 
IBADAHA HARUS TERUS MENERUS


WEDIA ING ALLAH
TAKUTLAH KEPADA ALLAH

Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)

Negara indonesia (atau lebih saya sebut sebagai nusantara) terbilang sebagai salah satu kawasan yang mempunyai peradaban yang cukup tinggi dan maju, namun dalam urusan mata uang, indonesia masih terbilang muda dalam mengenal mata uang. tercatat negeri ini baru mempunyai uang resmi pada abad ke 8, itupun karena adanya pengaruh dari negara-negara tetangga yang saat itu sudah mempunyai mata uang sendiri (China dan India)

Sultan yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang pembuatannya dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di tengahnya, disebut picis, dibuat sekitar abad ke-17. Sekeliling lubang ada tulisan Cina atau tulisan berhuruf Latin berbunyi CHERIBON.

Gerebeg Syawal Ritus Doa Bagi Sunan Gunung Jati


Subuh baru saja beranjak pergi. Pagi masih bening. Mentari menabur cahaya kemilau di musim kemarau ini. Menebar ke pelosok bumi waliyullah Cirebon. Melongok dalem Keraton Kasepuhan pagi itu ada yang menarik. Sebuah ritual masih terpatri. Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat, S.E., dan keluarga besarnya, 8 Syawal 1432 Hijriah, seusai menunaikan saum sunah Syawal selama enam hari sejak 2 - 7 Syawal, ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Wargi dalem keraton juga tampak sibuk mempersiapkan hajat religi itu.

"Setiap 8 Syawal pagi kami mentradisikan hajat ketupat dikirim ke Masjid Agung, Masjid Dalem Agung, Kramat Ketandan, serta kepada wargi dan abdi dalem," tutur Sultan Sepuh Arief Natadiningrat.

Azan Pitu


 Hanya ada di Kota Cirebon. Tradisi azan ini dilakukan setiap menjelang shalat Jum'at. Tujuh muazin secara serentak menggemakan azan di depan mihrab Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan Kota Cirebon.


Masjid Peninggalan Sunan Gunung Jati itu terletak di sebelah barat Alun-Alun Keraton Kasepuhan. Tradisi azan pitu telah dilakukan secara turun-temurun sejak lima ratus tahun lalu. Tujuh muazin yang melantunkan azan ini merupakan pengurus masjid yang dipilih penghulu masjid. Selama ini, muazin yang ada sekarang, merupakan keturunan dari muazin sebelumnya yang juga sebagai pengurus di masjid tersebut. "Meskipun tak ada persyaratan khusus, sebagian besar muazin merupakan keturunan dari muazin azan pitu sebelumnya," kata salah seorang pengurus Dewan Kesejahteraan Masjid setempat K.H. Hasan Muhyidin.

Rabu, 07 Desember 2011

Alun-alun Kejaksan Tempat Awal Proklamasi Di Kumandangkan 15 Agustus 1945



TAK semua orang tahu jika ada peristiwa heroik di Alun-alun Kejaksaan. Di alun-alun tersebutlah sesungguhnya rakyat Cirebon memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, sebelum naskah proklamasi tersebut dibacakan Soekarno-Hatta.
Ketika Radio BBC London memberitakan tentara Jepang telah menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, seluruh masyarakat Cirebon menyambutnya dengan euforia. Dr. Sudarsono, aktivis Partai Sosialis Indonesia (PSI) di bawah Sutan Sjahrir, langsung membacakan teks proklamasi pada 15 Agustus 1945 di Alun-alun Kejaksan Cirebon.

Photo Gua Sunyaragi Tempo Dulu




Masa Kesultanan Cirebon (Pakungwati)

Pangeran Cakrabuana (…. –1479)

Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari istrinya yang kedua bernama SubangLarang (puteri Ki Gedeng Tapa). Nama kecilnya adalah Raden Walangsungsang, setelah remaja dikenal dengan nama Kian Santang. Ia mempunyai dua orang saudara seibu, yaitu Nyai Lara Santang/ Syarifah Mudaim dan Raden Sangara.
Sebagai anak sulung dan laki-laki ia tidak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini disebabkan oleh karena ia memeluk agama Islam (diturunkan oleh Subanglarang - ibunya), sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Pajajaran adalah Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari istrinya yang ketiga Nyai Cantring Manikmayang.
Ketika kakeknya Ki Gedeng Tapa yang penguasa pesisir utara Jawa meninggal, Walangsungsang tidak meneruskan kedudukan kakeknya, melainkan lalu mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon. Dengan demikian, yang dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon adalah Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana, yang usai menunaikan ibadah haji kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil sebagai "raja" Cirebon pertama yang memerintah dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam kepada penduduk Cirebon.

Sejarah Acuan Berdirinya Kabupaten Cirebon

Ada perbedaan mendasar mengenai Hari Jadi anatara Kabupaten Cirebon dengan Kota Cirebon. Kota Cirebon membuat acuan berdirinya Cirebon tanggal I Muharrom, saat Cakra Buwana membuka Dukuh Tegal Alang-Alang. Sedangkan Kabupaten Cirebon mengacu pada deklaeasi Pemisahan Diri Cirebon dari Pajajaran, yakni tanggal 12 Shofar 887 H atau 2 April 1482 M.


Sejarah Cirebon menurut berbagai pihak di Cirebon adalah berarti sejarah Indonesia dan sejarah umat Islam. Setidaknya itu adalah anggapan Tim Pemurnian Sejarah Cirebon, seperti yang diungkapkan Kartani dan Kaenudin. Menurut mereka Belanda di Cirebon tidak hanya merusak Aqidah Islam tapi juga sejarah Islam di Cirebon. Menurut Prof. A. Hasjmy, sejarah umat Islam dan Indonesia telah diputarbalik oleh Belanda dan musuh-musuh Islam, begitu juga pendapat H. Alamsyah Ratu Prawiranegara tahun 1981. Sehingga Prof. Mr. MM Djojodigoeno menekankan penting penyelidikan sejarah dilakukan oleh bangsa sendiri untuk mendapatkan obyektifitas.

Cirebon Girang

Eksistensi Cirebon Girang didalam buku “Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat” diceritakan mulai dikenal sejak abad ke 15 M. Keberadaannnya tidak dapat dilepaskan pula dari eksistensi Indraprahasta dan Wanagiri.

Konon Wanagiri pada masa silam pernah menjadi bawahan Indraprahasta, lebih tepat jika merupakan gabungan dari Indraprahasta dan Wanagiri, mengingat keduanya sudah dikenal dan disebut-sebut pada masa Purnawarman bertahta di Tarumanagara. Indraprahasta pasca Purnawarman dikenal memiliki pasukan yang loyal terhadap Tarumanagara, bahkan berperan penting ketika Wisnuwarman menumpas pemberontakan Cakrawarman. Sedangkan Wanagiri pasca dikuasai Cakrawarman disebut-sebut dijadikan sebagai basis penting dari Cakrawarman. Sayang, referensi tentang Wanagiri sangat kurang dibandingkan kadaton lainnya.

Filosofi Topeng Cirebon

Oleh Prof. Drs. JAKOB SUMARDJO

SUDAH lama tari Topeng Cirebon mengundang tanda tanya akibat daya pesonanya yang tinggi, tidak saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Tari Panji, yang merupakan tarian pertama dalam rangkaian Topeng Cirebon, adalah sebuah misterium. Sampai sekarang belum ada koreografer Indonesia yang mampu menciptakan tarian serupa untuk menandinginya. Tarian Panji seolah-olah “tidak menari”. Justru karena tariannya tidak spektakuler, maka ia merupakan sejatinya tarian, yakni perpaduan antara hakiki gerak dan hakiki diam. Bagi mereka yang kurang peka dalam pengalaman seni, tarian ini akan membosankan. Tarian kok tidak banyak gerak? Bukankah hakikat tari itu memang gerak (tubuh)?

Jumat, 02 Desember 2011

ASAL USUL KERAJAAN INDRAPRAHASTA SIRNA

Kerajaan Indraprahasta terletak di Cirebon Girang atau Cirebon Selatan Kabupaten Cirebon Sekarang. Kerajaan tersebut didirikan pada tahun 363 Masehi oleh Sang Maharesi Santanu, seorang maharesi dari daerah sungai gangga india.
Seperti halnya Sang maharesi Jayasingawarman pendiri Tarumanegara, Sang maharesi Sentanu beserta para pengiringnya meninggalkan negeri asalnya untuk menyelamtkan diri dari kerajaan pasukan Samudra Gupta Maurya. Ia singgah di Srilangka dan Benggala, baru kemudian menuju Jawa barat, yang waktu itu merupakan Salakanagara yang diperintah oleh Prabu Darmawirya Dewawarman VIII.

Rabu, 30 November 2011

Linggarjati Tempo Dulu


ASAL USUL DESA SENDE


Di kaki gunung Ciremai ada sebuah pedukuhan namanya pedukuhan Gunung Pala, disebelah selatan Lengkong yang termasuk wilayah Rajagaluh. Disitu Nyi Mawas dan seorang anaknya berada. Tentunya Nyi Mawas sayang kepada anaknya yang satu-satunya itu Kemanapun Nyi Mawas pergi selalu anaknya dibawa serta seolah-olah tidak mau lepas dengan anaknya.

Ketika anaknya menginjak masa remaja dalam hatinya mampunyai keinginan untuk mandiri dan mencari pengalaman lain diluar kehidupan sehari-harinya di Pedukuhan Gunung Pala. Diberanikannya berbicara memohon ijin kepada ibunya, tentang keingnannya itu. Akan tetapi ibunya melarang anaknya peregi meninggalkan pedukuhannya dan meninggalkan ibunya pula. Karena keinginan yang sangat kuat, maka pada suatu, tanpa pamit kepada ibunya pergilah anaknya itu meninggalkan ibunya.

ASAL USUL DESA PURWAWINANGUN


Kira-kira 3 km di sebelah utara pengguron Agama Islam Puser Bhumi Setana Gunung Jati terdapat Pasar Celancang yang padat dengan para pedagang dan pembeli dari bebereapa desa yang berada di wilayah kecematan Kapetakan, Kecamatan Cirebon Utara dan Kecamatan Weru. Dilewati jalur jalan raya Cirebon – Indramayu dan angkutan pedesaan Celancang – Plered.

Sebelum adanya pasar Celancang, di lokasi balai Desa Purwawinangun dulu ada pasar yang dikenal dengan sebutan Pasar Gentong. Karena disitu letak persinggahan para penjual “getak” dengan cara dipikul dari jamblang yang diantaranya barang-barang tersebut adalah gentong, anglo, celengan semar-semaran, padasan dan sebagainya, untuk dijajakan ke daerah lain.Kemudian karena terlalu padatnya dengan para pedagang dan sebelah selatan yang sekarang dikelan dengan sebutan Pasar Celancang.

ASAL USUL DESA PRAJAWINANGUN

Pada abad ke 15 setelah dinobatkannya Syekh Syarif Hidayatullah menjadi sultan kerajaan Carbon 1 oleh Mbah Kuwu Cerbon Pangeran Cakra Buana, penyebaran ajaran Agama Islam semakin pesat, gemanya sampai terdengar di pusat pemerintahan kerajaan Padjajaran sehingga membuat gusar Prabu Siliwangi, Raja Pedjajaran. Namun tiada daya dan upaya karena yang menjadi Sultan kerajaan Islam Carbon dan sekaligus tokoh dalam penyebaran Agama Islam adalah cucunya sendiri, yaitu putra Nyi Mas Rara Santang, sedangkan Nyi Mas Rara Santang adalah putri Prabu Siliwangi dari Nyi Mas Subang Kranjang.

ASAL MUASAL DESA PEGAGAN KAPETAKAN

Sebelum menjadi Desa Pegagan, wilayah ini dahulu kala terdiri dari hutan-hutan dan banyak rawa-rawanya. Karena hutan tersebut dipisahkan olah rawa-rawa dan sungai, maka Sunan Gunung Jati memberi nama wilayah itu Pulau Raja. Kemudian setelah hutan-hutan dibabad dan dibakar maka jadilah hamparan pesawahan yang sangat luas. Oleh penduduk tanah tersebut dijadikan lahan pertanian, disebut Pegagan. Maka bermukim di padukuan, sekarang Desa Dukuh. Melihat kesuburan tanah di Pegagan dan luasnya lahan yang tersedia, maka banyaklah penduduk yang berdatangan untuk ikut menggarap sawah dan ladang. Lambat laun karena banyak yang bermukim di Pegagan tersebut, maka jadilah perkampungan yang disebut kampung Pegagan, asal kata dari Pegagaan.

ASAL USUL DESA GUWA

Ki Baluran yang juga disebut Ki Arga Suta atau Syeh Madunjaya adalah salah seorang putra Pangeran Gesang, demang dari kesultanan Cirebon. Dalam pembagian tanah cakrahan milik orang tuannya yang terletak di sebelah utara perbatasan wilayah Cirebon dan Indramayu, terjadi pertentangan pendapat dengan ketiga saudaranya terutama dengan adiknya Nyi Mertasari. Kedua saudara laki-laki termasuk dirinya berpendapat bahwa anak perempuan cukup mendapat bagian tanah sebesar payung. Pendirian tersebut ditentang Nyi Mertasari, karena menurutnya pembagian tanah harus sama luas.

ASAL USUL DESA GINTUNG TENGAH

Ketika sebagian besar daerah Cirebon masih tertutup hutan belantara, dan ajaran Hindu masih dianut oleh sebagian penduduk Cirebon. Maka pada saat itu pulalah Mbah Kuwu Cirebon dengan dibantu teman dan kerabatnya bersemangat menyebarkan ajaran Islam. Sambil menyebarkan agama tak lupa pula membabat hutan dan membuka pedukuhan-pedukuhan baru.

Tersebutlah nama Kyai Ageng Buyut Membah, seseorang dari Negeri Iraq, yang datang ke Indonesia karena diutus oleh ayahandanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memperbaiki akhlaq serta aqidah Bangsa Indonesia khususnya didaerah Cirebon.

ASAL USUL DESA BRINGIN

Desa Bringin adalah salah satu desa dalam wilayah kecamatan Ciwaringin, kabupaten daerah tingka II Cirebon Luas wilayah desa Bringin 226,478 Ha. Dengan mata pencaharian penduduk mayoritas petani, dan beragama islam.

Konon, setelah perang kedongdong berakhir, 40 orang Ki Gede yang ikut berperang akan kembali ke tempat asal masing-masing. Dalam perjalanan pulang mereka beristirahat. Mereka bernaung di bawah pohon bringin yang rindang, dan karena kelelahan mereka tertidur dengan lelapnya. Ketika mereka bangun, ada aura tanpa ujud yang mengatakan bahwa orang yang datang ke tempat itu disebut KI Gede Bringin. Orang yang pertama datang adalah Ki Gede Srangin di kenal dengan sebutan Ki Gede Bringin.

ASAL USUL DESA DUKUPUNTANG

Pada waktu terjadi peperangan antara Mbah Kuwu Cirebon dengan Ratu Rajagakuh, pasukan Mbah Kuwu Cirebon dibagi dua kelompok. Kelompok pertama membentang ke jurusan selatan dengan maksud untuk mencegat datangnya musuh dari Rajagaluh, dan kelompok kedua ke jurusan barat untuk membuat benteng pertahanan/penghalang datangnya musuh lewat Bobos. Pendukuhan bekas pembentangan tersebut dinamakan Puntang
Di negeri seberang, Sultan Bagdad mempunyai empat orang anak yaitu Syarif Durakhman, Syarif Durkhim, Syarif Kaffi, dan Nyi Syarif bagdad. Mereka mempunyai alat kesenian berupa gembyung (terbang) namun ayahnya melarang membunyikannya, bahkan apabila dibunyikan ayahnya terus menerus memarahi mereka. Oleh karena tidak tahan dimarahi ayahnya, bersama pengikutnya keempatnya melarikan diri menuju daerah Cirebon. Pengikutnya itu terdiri dari laki-laki dan perempuan sekitar 1.200 orang ditrmpatkan di puntang.

ASAL USUL DESA SIGONG

Pada masa perkembangan Islam yang pesat di tanah Jawa khususnya di Cirebon yang dimotori oleh Sunan Gunung Jati pada masa itu, tidaklah heran apabila banyak orang yang ingin berguru untuk memperdalam ajaran Islam, karena mereka yakin bahwa Agama Islam merupakan tuntunan bagi umatnya baik untuk di dunia maupun di dalam kelanggengan (akhirat).

Para santri / murid yang sudah pernah berguru pada Sunan Gunung Jati merasa terpanggil untuk ikut serta dalam penyiaran agama Islam di tanah Cirebon sesuai dengan petunjuk dan amanat yang telah ditanamkan kepada seluruh para santri-santrinya selama menimba ilmu yang begitu cukup lama.

ASAL USUL DESA PEJAMBON

Pada waktu para wali mengembangkan agama Islam di tanah Jawa khususnya di daereah Cirebon masih banyak pedukuhan-pedukuhan yang belum masuk Islam diantaranya padukuhan Dawuan dan padukuhan Pejambon.

Mendengar bahwa para wali di Cirebon menyebarkan agama Islam, akhirnya Ki Gede Dawuan mengajak Ki Gede Pejambon yang bernama Ki Marsiti untuk menyerang Cirebon. Mbah Kuwu Cirebon yang mendengar laporan bahwa Ki Gede Pejambon akan menyerang Cirebon, kemudian memerintahkan untuk Ki Sumerang yang dikenal dengan nama Ki Gede Bayulangu untuk menghadapi serangan Ki Gede Dawuan dan Ki Gede Pejambon.

ASAL USUL DESA GALAGAMBA

Pada sekitar tahun 1400-an disebuah kaki Gunung Kromong. Ada sebuah hutan belantara yang banyak dihuni oleh para dedemit dan berbagai binatang yang buas seperti macan, celeng dan sebagainya.
Disuatu tempat yang disebut Rajagaluh ada Kasatria bernama Kiwinata yang mempunyai badan yang tegap dan penuh dengan sopan santun dan juga sangat sakti. Ki Winata kemudian membangun sebuah gubug dan dijadikannya sebagai tempat tinggal, tidak hanya itu beliau juga membuat balai dari kayu jati yang sangat besar sekali untuk tempat menjamu tamu. Semakin hari tempat tersebut menjadi sangat terkenal, kemudian semakin ramai. Ramainya tempat tersebut akhirnya mengundang perhatian dan Raja Pajajaran yang bernama Prabu Siliwangi. Akhirnya Raja Prabu Siliwangi tersebut datan dengan rombongan untuk mengunjungi tempat tersebut. Ketika tiba ditempat tersebut maka disambutlah sang raja.

ASAL-USUL DESA KALIWEDI

Ki Surya angkasa adalah Putera dari istri selir Prabusiliwangi yang datang merantau dari Garit (pajajaran) untuk mencari saudaranya Walang sungusang (Ki Kuwu Sangkan) dan Nyimas Lara Santang sedang menuntut ilmu di Cirebon ketika singgah di Astanya Pura, Ia mendapatkan ilmu aji “Bandung Bandawoso” kemudian menuju kawasan hutan yang didalamnya  terdapat sebuah sungai yang penuh dengan pasir disebelah barat laut untuk babat hutan dan dijadikan “KALIWEDI”. “Kali” artinya sebuah sungai, “Wedi” dalam bahasa jawa pasir. Ia kemudian dikenal dengan nama Ki GEDE kaliwedi.

ASAL USUL DESA BAKUNG

Dalam penyamarannya Ki Kuwu Cirebon di Gunung Kumbang, tinggal di blok Ardi Lawet bergelar Abujangkrek. Disitu Ki Kuwu memiliki dua orang putra yaitu seorang laki-laki bernama Sela Rasa dan perempuan bernama Sela Rasi.



Dijaman itu Ki Kuwu memasuki daerah Telaga, bertemu dengan seorang bernama Ki Wanajaya. Ki Wanajaya di telaga adalah seorang yang sakti mandraguna, di Telaga itu belum ada tandingannya. Dalam pertemuannya dengan Ki Kuwu, terjadilah selisih paham hingga terjadi perkelahian. Perkelahian dua orang sakti itu terjadi lama sekali, masing-masing mencari kelemahan lawannya. Tetapi belum seorangpun yang menunjukkan kelemahan untuk dapat dirobohkan salah seorang diantaranya.

ASAL-USUL DESA ARJAWINANGUN

Alam pengembaraannya untuk mencari dan memperdalam agama islam, dua orang Padjajran Raden Walang Sungsang dan adiknya Nyi Rarasantang
Sampai ke Mesir menunaikan ibadah haji. Raden Walang sungsang pulang ke Cirebon dengan sebutan Haji Abdullah Iman, sedangkan Nyi Rarasantang tetap berada di Mesir karena telah bersuamikan Syarif Abdullah seorang Raja Mesir. Berputra dua oranng yaitu Syraif Hidayahtullah dan Syarif Nurullah. Tidak lama kemudian setelah Syarif Hidayatullah dilahirakan, ayahandanya wafat.

KERAJAAN INDRAPRAHASTA

Diperkirakan berdiri tahun 363 – 723 Masehi, lokasi keratonnya meliputi Desa Sarwadadi Kecamatan Sumber (sekarang). Wilayahnya meliputi Cimandung, Kerandon Cirebon Girang di Kecamatan Cirebon Selatan. Raja pertamanya Resi Santanu dari lembah Sungai Gangga, datang ke pulau Jawa sebagai pelarian setelah kalah perang melawan Dinasti Samudra Gupta dari kerajaan Magada.
Resi Santanu menikahi Dewi Indari putri bungsu Rani Spati Karnawa Warman Dewi, Raja Slakanagara yang ibukota kerajaannya di Rajatapura, Pandeglang sekarang. Wilayah kerajaan Indraprahasta diperkirakan sebelah Barat Cipunegara, sebelah Timur sungai Cipamali, sebelah Utara Laut Jawa, sebelah Selatan tidak ada catatan yang jelas.

Muludan

Muludan artinya merayakan mulud yang berasal dari bahasa arab Maulid yang artinya kelahiran. Bulan ini adalah kelahiran Kanjeng Rasulullah Muhammad saw pada tanggal 12 Robi'ul Awal. Bulan Mulud adalah bulan ke tiga dalam perhitungan kalender Islam Jawa. Di bulan ini biasanya ramai terutama di pusat pemerintahan dijaman Kasultanan Cirebon.
Sperti di kraton-kraton lainnya di tanah Jawa, di Cirebon juga diadakan acara yang dinamakan Grebeg Mulud yang lebih dikenal dengan sebutan "Panjang Djimat". Acara ini diadakan oleh tiga Keraton, yaitu Kasepuhan , Kanoman, Kacirebonan pada tepat tgl 12 Mulud. Acara ini cukup cukup menarik perhatian masyarakat terutama masyarakat di sekitar kota Cirebon.

Wulan Sapar (Saparan)

Saparan atau Safar adalah bulan ke dua dalam perhitungan kalender Islam Jawa. Bulan ini di percaya masyarakat adalah bulan musim kawin hewan, atau khewan sing pada kawin seperti anjing (asu), sehingga di bulan ini sebaikanya tidak dilakukan acara pernikahan atau masyarakat Cirebon mengenal bulan larangan untuk melakukan pernikahan. Disamping itu juga bulan sapar dikenal dengan bulan yang sering terjadi malapetaka atau wulan sing akeh sial (blai) khususnya hari rabu terakhir di bulan ini atau orang Cirebon mengenal dengan istilah "Rebo Wekasan". Asal usul keyakinan ini juga belum jelas tapi dari beberapa sumber yang di yakini masyarakat bahwa si hari rabu terakhir di bulan Sapar ini lah banyak terjadi bala. Sehingga di percaya untuk mencegah bala ini kita di anjurkan melakukan sholat 4 rokaat dengan bacaan surat Al-kautsar sebanyak 17 kali di rokaat pertama, Surat Al-Ikhlas sebanyak 5 kali di rokaat ke dua, Surat Al-Falaq di rokaat ke tiga dan Surat An-nas di baca satu kali di rokaat yang ke empat dan di akhiri dengan membaca do'a Asyura.

Sura (Muharram) berkenaan dengan Hari jadi Kota Cirebon

Di Cirebon Sura berdasarkan hari pertama ke sepuluh di bulan Muharam yang juga bertepatan dengan Tahun baru Jawa dan Tahun baru Islam. Kota Cirebon sendiri hari Jadinya bertepatan dengan 1 Sura 1445. Peringatan Tahun baru Islam dan juga hari jadi Cirebon biasanya di rayakan oleh masyarakat Cirebon khususnya keluarga dari Keraton dengan mengadakan acara "Memaca Babad Cirebon" dan juga ada prosesi tertentu di Komplek Makan Sunan Gunung Djati (Gunung Sembung). Biasanya Pemerintah beserta masyarakat setempat mengadakan upacara selamatan berupa festival kebudayaan Cireboon, pameran dan lain-lain.

Panjang Djimat

UPACARA pelal Panjang Jimat sendiri merupakan puncak dari seluruh rangkaian berbagai acara tradisi yang berlangsung di Keraton Kesultanan Kasepuhan, Keraton Kesultanan Kanoman, dan Keraton Kacirebonan. Pelal adalah kata dalam bahasa Jawa Cirebon yang berarti ujung atau akhir.
Seperti daerah lainnya di Pulau Jawa yang memiliki akar budaya tradisi di keraton, peringatan Muludan di Cirebon juga digelar secara meriah sejak sebulan sebelumnya dalam bentuk pesta rakyat dan pasar malam di alun-alun setiap keraton.

Pecahnya Kasultanan Cirebon

Sejarah Kesultanan di Cirebon diawali dari pertumbuhan dan perkembangan kesultanan yang dibangun oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1478-1598). Setelah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565. Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.

Gado – Gado Ayam


Ini juga salah satu makanan khas Cirebon. Tampilannya agak berbeda dengan gado-gado yang pada umumnya diketahui masyarakat, karena ayam suir menjadi dominan. Gado-gado ayam tampil dengan ciri khas makanan Cirebon yaitu kuah kaldu.
Isinya layaknya gado-gado seperti kentang, kol, toge, irisan telur dan tentu saja suir daging ayam yang banyak. Semuanya lalu disiram bumbu kacang seperti gado-gado biasa, namun lalu disiram lagi dengan kuah kaldu. Gado-gado dihidangkan dengan taburan krupuk di atasnya.

ASAL- USUL DESA TRUSMI


Pada Waktu Mbah kuwu Cirebon yang bernama Pangeran Cakrabuana hijrah dari Cirebon ke sebuah Daerah yang sekarang disebut Trusmi, mbah Kuwu Cirebon berganti pakaian memakai baju kyai yang tugasnya menyebarkan ajaran agama Islam. Hingga sekarang ia dikenal dengan nama Mbah Buyut Trusmi.

Senin, 28 November 2011

Asal Usul Desa Sindang Laut

 PG Sindang Laut 

Desa Sindang Laut adalah salah satu desa tertua di Cirebon. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa leluhur masyarakat Sindanglaut sudah ada sejak dahulu sebelum berdiri Kerajaan Caruban/Cirebon, yang menurut sistem zaman para wali disebut Zaman Dupala.
Sebelum agama Islam berkembang, Desa Sindanglaut ini dahulunya merupakan suatu pedukuhan yang bernama Pedukuhan "Dukuh Awi". Dukuh artinya daerah atau tempat atau kediaman, dan Awi (Bahasa Sunda) artinya bambu. Jadi "Dukuh Awi" berarti daerah berbambu/tempat tumbuhan bambu. Nama tersebut berkaitan dengan keadaan alam di Sindanglaut yang memang sampai saat ini banyak terdapat tanaman bambu/awi yang jenisnya bermacam-macam.

Asal Usul Desa Gebang


Pangeran Wirasuta adalah putra Pangeran Pasarean, Putra mahkota kesultanan Cirebon. Menjelang usia tua, Pangeran Wirasuta menetap disekitar pantai Laut Jawa bersama putranya yang gagah dan cakap bernama Suta bergelar Pangeran Sutajaya Wira Upas.
Pangeran Sutajaya mendapat tugas dari Sultan Cirebon untuk membabad alas roban, hutan yang terkenal sangat angker karena banyak dedemitnya. Pelaksanaan tugas tersebut dibantu oleh pusakanya yaitu sebuah keris yang bernama Setan Kober dan dibantu pawongan dari bangsa jin yang bernama si Lorod. Konon si Lorod bukan tunduk kepada Pangeran Sutajaya, tetapi taku kepada pusaka keris Setan Kober.

Kereta Kencana Paksi Naga Liman


Kereta kencana Paksi Naga Liman adalah kereta kencana milik Keraton Kanoman, Cirebon, Jawa Barat. Dulu, kereta ini digunakan raja Keraton Kanoman untuk menghadiri upacara kebesaran. Selain itu, kereta ini juga digunakan untuk kirab pengantin keluarga Sultan Kanoman. Kereta tersebut diperkirakan dibuat tahun 1608 berdasarkan angka Jawa 1530 pada leher badan kereta yang merupakan angka tahun Saka. Sejak tahun 1930, kereta ini tidak digunakan dan disimpan di museum Keraton Kanoman; sedangkan yang sering dipakai pada perayaan-perayaan merupakan kereta tiruannya.

Asal Usul Desa Sumber (Ibukota Kabupaten Cirebon)

Sekitar abad XV disuatu daerah yang sekarang dinamakan Desa/Kelurahan Sumber, terdapat sekelompok masyarakat yang menganut agama sanghiang dibawah kekuasaan Kerajaan Galuh. Namun setelah tokoh-tokoh dari Cirebon datang ke daerah ini untuk menyebarkan agama Islam, sebagian dari mereka tertarik, dan kemudian menganut Islam. Sementara yang tidak tertarik pergi meninggalkan Sumber.

Pemberontakan Cirebon 1818


Penulis :
Buku ini berjudul asli “De Cheribonsche Ounlsten van 1818, Naar Oorpronkelijke Stukken” yang ditulis oleh P. H Van der Kemp. Sebenarnya buku ini merupakan catatan-catatan asli dari P. H. Van Kemp yang ikut menumpas pemberontakan di Cirebon. Pada tahun 1979, buku tersebut diterjemahkan oleh B. Panjaitan dengan judul “Pemberontakan Cirebon Tahun 1818” dan diterbitkan di Jakarta oleh Yayasan Idayu.